POTENSI
DAN PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU
Kebutuhan manusia akan kayu
sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun
furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan
kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per
tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi
kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian
terjadi defisit sebesar 45 juta m3 (Priyono,2001). Hal ini menunjukkan bahwa
sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan
ini diperparah oleh adanya komversi hutan alam menjadi lahan pertanian,
perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek pemanenan yang tidak efisen dan
pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini
menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain melalui
konsep the whole tree utilization, disamping meningkatkan penggunaan bahan
berlignoselulosa non kayu, dan pengembangan produk-produk inovatif sebagai
bahan bangunan pengganti kayu.
Patut disayangkan, sampai saat
ini kegiatan pemanenan dan pengolahan kayu di Indonesia masih menghasilkan
limbah dalam jumlah besar. Purwanto dkk, (1994) menyatakan komposisi limbah
pada kegiatan pemanenan dan industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut :
1. Pada pemanenan kayu, limbah
umumnya berbentuk kayu bulat, mencapai 66,16%
2. Pada industri penggergajian
limbah kayu meliputi serbuk gergaji 10,6&. Sebetan 25,9% dan potongan
14,3%, dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang digubakan
3. Limbah pada industri kayu
lapis meliputi limbah potongan 5,6%, serbuk gergaji 0,7%, sampah vinir basah
24,8%, sampah vinir kering 12,6% sisa kupasan 11,0% dan potongan tepi kayu
lapis 6,3%. Total limbah kayu lapis ini sebesar 61,0% dari jumlah bahan baku
yang digunakan.
Data Departemen Kehutanan dan
Perkebunan tahun 1999/2000 menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia
mencapai 4,61 juta m3 sedangkan kayu gergajian mencapai 2,06 juta m3. Dengan
asumsi limbah yang dihasilkan mencapai 61% maka diperkirakan limbah kayu yang
dihasilkan mencapai lebih dari 5 juta m3 (BPS, 2000).
Limbah kayu berupa potongan log
maupun sebetan telah dimanfaatkan sebagai inti papan blok dan bahan baku papan
partikel. Adapun limbah berupa serbuk kergaji pemanfaatannya masih belum
optimal. Untuk industri besar dan terpadu, limbah serbuk kayu gergajian sudah
dimanfaatkan menjadi bentuk briket arang dan arang aktif yang dijual secara
komersial. Namun untuk industri penggergajian kayu skala industri kecil yang
jumlahnya mencapai ribuan unit dan tersebar di pedesaan, limbah ini belum
dimanfaatkan secara optimal. Sebagai contoh adalah pada industri penggergajian
di Jambi yang berjumlah 150 buah yang kesemuanya terletak ditepi sungai
Batanghari, limbah kayu gergajian yang dihasilkan dibuang ke tepi sungai
tersebut sehingga terjadi proses pendangkalan dan pengecilan ruas sungai (Pari,
2002). Pada industri pengolahan kayu sebagian limbah serbuk kayu biasanya
digunakan sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja tanpa penggunaan
yang berarti, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Febrianto,1999).
Dalam rangka efisiensi penggunaan kayu perlu diupayakan pemanfaatan serbuk kayu
menjadi produk yang lebih bermanfaat.